Hukum Syari'ah MLM
Dear Pembaca,
Belakangan ini banyak sekali teman di Fb yang membuat status galau tentang hukum MLM (Multi Level Marketting) dalam Hukum Islam. Kegamangan tentang bagaimana sebenarnya hukum marketting dan keuntungan berjenjang yang membedakan multilevel dengan penjualan secara langsung. Fenomena MLM ini sekarang banyak sekali berkembang dalam segala bentuk produk yang dibutuhkan orang kebanyakan, dari yang kebutuhan premier (makanan) sampai kepada hal-hal yang sekunder, bahkan sampai ke peralatan rumah tangga pun diperjualbelikan dalam bentuk multilevel. Berikut saya ambil tulisan dalam bentuk konsultasi syari'ah terhadap MLM yang dibahas dalam website Sharia Consulting Center. Baiklah kiranya kita membaca banyak referensi, dengan tidak menafikan bahwa kita semua masih membutuhkan pendapat ahli, tanpa mengedepankan prasangka belaka....Selamat membaca agar kita sama-sama belajar tentang MLM..
Memahami hukum syariahnya
Keuntungan upline dari downline
Over price
Belakangan ini banyak sekali teman di Fb yang membuat status galau tentang hukum MLM (Multi Level Marketting) dalam Hukum Islam. Kegamangan tentang bagaimana sebenarnya hukum marketting dan keuntungan berjenjang yang membedakan multilevel dengan penjualan secara langsung. Fenomena MLM ini sekarang banyak sekali berkembang dalam segala bentuk produk yang dibutuhkan orang kebanyakan, dari yang kebutuhan premier (makanan) sampai kepada hal-hal yang sekunder, bahkan sampai ke peralatan rumah tangga pun diperjualbelikan dalam bentuk multilevel. Berikut saya ambil tulisan dalam bentuk konsultasi syari'ah terhadap MLM yang dibahas dalam website Sharia Consulting Center. Baiklah kiranya kita membaca banyak referensi, dengan tidak menafikan bahwa kita semua masih membutuhkan pendapat ahli, tanpa mengedepankan prasangka belaka....Selamat membaca agar kita sama-sama belajar tentang MLM..
Pertanyaan
assalamualikum,
baik dmsia mahupun di INA, tiada yg hukum yg konsisten mengenai MLM.
isunya, bagaimana orang awam mampu mengesan dhoror, zulm, gharar,
jahalah dlm MLM? jawapan dr pihak tuan mengenai MLM tidak jelas.. secara
ethic, pembeli buka mahukan barang tapi mahu menjadi sebahagian
jaringan dengan mimpi untuk kaya cepat...apakah hukumnya secara moral
dlm transaksi ini..bagaimana hukum akad dlm MLM? akad jadi ahli atau
beli barang, atau terpaksa beli barang untk jadi ahli...apa hukumnya
upline yg dapat hasil dari downline lapis yg kesepuluh..? berapa ramai
yg pasti gagal dlm MLM di bandingkan dengan yg berjaya..nisbah kegalan
tinggi..adakah ini mubah dlm islam..harga produk yg over price dlm MLM
adakah jaiz dalam islam...tidak zalimkah? MLM sentiasa mempralatkan,
eksploitasi hubungan persahabatan, saudara...adakah ini digallakan dlm
islam.. majoritinya membeli kerana simpati, terpedaya..adakah nature
bisnes seperti ini mubah dalam islam? harap diberi jawapan segera
..menerusi emel saya sekali..terima kasih..
Jawaban
Waalaikumsalam
bismillahirrahmanirrahim. Segala puja dan syukur hanya kepada Allah
Swt, dan salawat salam untuk Rasul-Nya dan para pengikutnya yang setia
sampai akhir zaman. waba'du: dalam kaidah umum syariah Islam bahwa
segala sesuatu (muamalah) hukum asalnya adalah boleh, selama tidak ada
dalil yang melarangnya. termasuk MLM adalah salah satu bentuk muamalah
yang ada saat ini. oleh karenanya, pada dasarnya jenis jual beli yang
menggunakan sistem MLM tidak menjadi masalah. selama tidak ada hal-hal
yang dilarang oleh syariah dalam praktik MLM tersebut. hal-hal yang
dilarang dalam muamalah jual beli adalah apabila ada unsur riba, gharar
(penipuan), jahalah (sesuatu yang tidak pasti), dzulm (ada unsur
menyakiti/aniaya kepada pihak yang terkait dengan muamalah jual beli
tersebut).
Sebagaimana
yang diketahui, bahwa MLM sendiri mempunyai berbagai macam bentuk. ada
yang menjadikan barang keperluan sehar--hari sebagai komoditi dalam MLM
itu, ada yang jual beli jasa. mengenai alat komoditi ini, selama barang
atau jasa yang dijadikan komoditi dalam MLM itu bukan merupakan suatu
yang haram atau diharamkan, maka tidak menjadi masalah. Mengenai
transaksi dalam MLM, seperti yang ada dalam kaidah umum syariah di atas,
bahwa segala bentuk muamalah pada dasarnya adalah boleh, selama tidak
dalil yang melarangnya. masuk dalam katagori muamalah adalah transaksi.
termasuk transaksi dalam MLM selama ia terpenuhi rukun dan syaratnya,
dan tidak ada unsur-unsur yang diharamkan oleh syariah, maka pada
dasarnya adalah boleh. yaitu tidak ada riba, gharar, dhulm, jahalah.
jika dalam transaksi dalam suatu muamalah terdapat hal-hal yang dilarang
oleh syariah, maka transaksi itu batal atau haram hukumnya. dan itu
tidak hanya pada MLM saja, melain semua jenis transaksi, baik transaksi
jualbeli yang tidak menggunakan sistem MLM sekalipun.
Memahami hukum syariahnya
Sebelum
seseorang (sama ada orang awam, orang terpelajar/ perpengetahuan,
sampai ustadz sekalipun) apabila hendak mengikuti atau gabung dalam
bisnis MLM, seharusnya lah ia memahami secara betul tentang masalah itu.
oleh karenanya, Alangkah baiknya bila seorang muslim menjalankan MLM
yang sudah ada legalisasi syariahnya. Yaitu perusahaan MLM yang tidak
sekedar mencantumkan label dewan syariah, melainkan fungsi dewan syariah
itu benar-benar berjalan. Sehingga syariah bukan hanya sekedar label
dan nama. maknanya, kalau kita datangi office-nya, maka ustaz yang
mengerti masalah syariahnya itu ada dan siap menjelaskan letak halal dan
haramnya.
Kepada
pengawas syariah itu anda berhak menanyakan dasar hukum kehalalan
produk dan sistem MLM itu. Mintalah kepadanya dalil atau hasil kajian
syariah yang lengkap untuk anda pelajari dan bandingkan dengan para
ulama yang juga ahli dibidangnya. Itulah fungsi dewan pengawas syariah
pada sebuah perusahaan MLM. Jadi seseorang tidak terlalu mudah untuk
mengatakan bahwa suatu MLM adalah halal/sesuai syariah, atau seseorang
tidak terlalu mudah mengatakan bahwa MLM itu haram, sebelum yakin dan
tahu persis bagaimana dewan syariah di perusahaan itu memastikan
kehalalannya.
Keuntungan upline dari downline
Secara
umum, mengambil keuntungan dalam sebuah mata rantai pemasaran tidak
terlarang. Bahkan komisi itulah yang selama ini mendasari setiap bentuk
pemasaran produk, mulai dari pabrik ke distributor, agen hingga ke
tingkat pengecer. Ketika seseorang yang ada di upline, mendapat
keuntungan dari downline, sebenarnya keuntungan itu tidak didapat begitu
saja tanpa usaha, yang mungkin secara kasat mata seolah-olah mengambil
keuntungan dari usaha orang lain, tapi sebenarnya masih ada mata rantai
dari usaha yang dilakukan oleh upline. Dia mendapatkan keuntungan dari
para downline nya, sebenarnya tidak lepas dari usaha dia (upline),
dimana ia mencari orang-orang untuk menjadi member untuk ikut membeli
dan menjual produk-produk itu. Artinya Bedanya antara jual beli biasa
dengan sistem MLM nyaris tidak ada, kecuali di dalam sistem MLM, semua
pengecer, bahkan sampai tingkat konsumen selalu diiming-imingi untuk
jadi stokis, agen, distributor atau lainnya, dengan diberi impian-impian
yang muluk-muluk, terkadang sampai tidak masuk akal. Nah, trik dalam
penawaran ini mungkin yang perlu diperhatikan, jangan sampai terjebak
pada penipuan yang diharamkan.
Over price
Harga
ada dua macam, harga yang adil dan hal itu adalah boleh/jaiz, dan harga
yang dhalim, dan itu dilarang. Harga yang adil adalah harga yang
sebagaimana ada dipasaran, yang dikenal oleh masyarakat secara umum.
Dimana semua lapisan masyarakat membeli barang dengan harta itu. Adapun
harga yang dhalim adalah harga di atas rata-rata yang ada dipasar atau
masyarakat, sehingga masyarakat merasa terpaksa dan terdhalimi jika
membeli barang dengan harga tersebut. Akan tetapi jika harga barang
dalam satu tempat menjadi tinggi disebabkan karena pasar, mungkin karena
jumlah barang sedikit atau langka, maka hal itu tidak menjadi masalah.
akan tetapi jika naiknya suatu harga karena ada unsur monpoli, penimbun,
maka itu diharamkan. Termasuk dalam MLM juga seperti itu, ada MLM
dimana produk yang dipasarkan dengan harga yang di luar harga pasar, dan
para member yang menjadi pengikut MLM itu terpaksa harus membeli produk
itu karena adanya iming-iming yang menggiurkan. Mungkin inilah salah
satu unsur kedhaliman yang ada dalam sebagian MLM.
Kesimpulannya
bahwa, dalam mensikapi bisnis ala MLM, perlu adanya pemahaman secara
baik,benar dan utuh, karena tidak semua MLM sama dalam menjalankan
bisnisnya, jika ditinjau dari segi barang yang dijual, bentuk transaksi
yang dijalankan. sehingga dalam menetapkan hukum pun juga berbeda antara
satu MLM dengan MLM yang lain dikarenakan ada perbedaan dalam hal
produk yang dijadikan komuditi, dan bentuk transaksi yang diterapkan.
jika terbukti bahwa dalam suatu bisnis, apapun bentuknya, termasuk MLM,
jika terdapat unsur-unsur yang diharamkan syariat, maka bisnis tersebut
haram hukumnya. namun jika tidak ada hal-hal yang dilarang oleh syariah,
maka pada dasarnya segala bentuk muamalah adalah boleh, sampai ada
dalil yang menerangkan atas keharamannya.
yang
perlu diperhatikan juga adalah jangan memaksakan dalil. menggunakan
dalil yang tidak pada tempatnya untuk melegalkan MLM. Seperti sering
kita dengar banyak orang yang membuat keterangan yang kurang tepat.
Misalnya bahwa Rasulullah SAW itu profesinya adalah pedagang. Yang benar
adalah beliau memang pernah berdagang dan ketika masih kecil memang
pernah diajak berdagang. Dan itu terjadi jauh sebelum beliau diangkat
menjadi Nabi pada usia 40 tahun. Namun setelah menjadi nabi, beliau
tidak lagi menjadi pedagang. Pemasukan (ma`isyah) beliau adalah dari
harta rampasan perang/ ghanimah, bukan dari hasil jualan atau menawarkan
barang dagangan, juga bukan dengan sistem MLM.
Lagi
pula kalaulah sebelum jadi nabi beliau pernah berdagang, jelas-jelas
sistemnya bukan MLM. Dan Khadidjah ra itulah buknalah Up-linenya
sebagaimana Maisarah juga bukan downline-nya. Satu hal lagi yang perlu
diperhatikan adalah masalah etika dalam penawaran, Salah satu hal yang
paling `mengganggu` dari sistem pemasaran langsung adalah metode
pendekatan penawarannya itu sendiri. Karena memang di situlah ujung
tombak dari sistem penjualan langsung dan sekaligus juga di situlah
titik yang menimbulkan masalah.
Biasanya
para distibutor selalu diberikan semangat untuk mencari calon pembeli.
Istilah yang sering digunakan adalah prospek. Sering hal itu dilakukan
dengan tidak pandang bulu dan suasana, misalnya kepada teman akrab, atau
orang yang baru kenal, sehingga karena cara yang digunakan kurang
tetap, atau tidak mengindahkan etika, justru berdampak pada buruknya
hubungan antara teman.
Wallahu a'lam.
Komentar
Posting Komentar